Kamis, 11 Juni 2015

AS SUNNAH SEBAGAI SUMBER HOKUM SEKUNDER



AS SUNNAH  SEBAGAI SUMBER HOKUM SEKUNDER

A.AT TA’RIF(PENGERTIAN)

     As-sunnah secara etimologi berarti kebiasaan, baik ber nilai positif atau negatif. Sebagai mana sabda Nabi;     
من سن سنة حسنة فله أجرها وأجرمن عمل بها , و من سن سنة سيئة فعليه وزرها و وزرمن عمل بها إلى يوم القيا مة  
Barangsiapa yang berjalan di jalan kebaikan, maka ia akan mendapat pahala dan pahalanya orang yang melakukan perjalanan baik itu hingga hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan dijalan keburukan, maka ia akan  mendapat dosa dan dosanya orang yang melakukan perjalanan buruk itu hingga hari kiamat “.
         
      Imam Al kasa’iy berkomentar bahwa as-sunnah secara lughowiyyah berma’na  ad dawam(selamanya, terus menerus).[1]
سننت الما ً إذا واليت في صبه                                                                                                                                                                                                                               
Sedang dalam al qur’an sendiri telah menyinggungnya bahwa as sunnah diartikan sebagai kebiasaan umat atau nabi –nabi terdahulu dan ketetapan Allah yang tidak mungkin mengalami perubahan.[2]
 Allah berfirman;
قل للذ ين كفروا إن ينتهوا يغفر لهم ما قد سلف وإن يعودوا فقد مضت سنة الأولين[3]
سنة الله في الذين خلوا من قبل ولن تجد لسنة الله تبديلا[4]
      Sedangkan secara terminologis, menurut ushuliyyin  sunnah di definisikan  sebagai segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi berupa dalil selain al-Qur’an, baik berupa ucapan, tindakan, ketetapannya, dan hammiyyahnya. Dalam pengertian as-sunnah secara terminologisnya ini, penulis hanya menampilkan dari kalangan ushuliyyin saja, mengingat adanya tolak belakang dengan apa yang di maksudkan dengan kajian tentang ilmu ushul fiqih ini. 
B.KLASIFIKASI AS SUNNAH
      Ditinjau dari segi maddah(bahan) atau urgensinya as sunnah terbagi menjadi 4 macam ya’ni,Qouliyyah,  Fi’liyyah, Taqririyyah, dan Hammiyyah.
1.Sunnah Qauliyah (Sunnah yang bangsa ucapan), yaitu Hadits-Hadits atau berita-berita yang diucapkan Rasulullah SAW dalam berbagai topik, tujuan dan dalam keadaan yang berlainan, seperti sabda Nabi:إنماالأعمال بالنيات ...  (Semua perbuatan tergantung pada niatnya)
2.Sunnah Fi’liyah (Sunnah yang bangsa perbuatan Rasulullah SAW), seperti perbuatan Rasulullah dalam melaksanakan shalat lima waktu, ibadah haji, zakat dan ibadah-ibdah lainnya dalam segala bentuk dan rukunnya.
3.Sunnah Taqririyah (ketetapan / pengakuan Rasulullah SAW terhadap segala ucapan atau perbuatan para sahabatnya), seperti Hadits tentang Mu’adz bin Jabal yang diutus Rasulullah SAW ke negeri Yaman. Rasulullah SAW bertanya: ”Dengan apa kamu akan memutuskan suatu perkara  (terhadap kaum di negeri Yaman) ? ”. Mu’adz menjawab: Dengan Kitabullah (Al Qur’an), jika saya tidak mendapatkan, dengan Sunnah Rasul, jika tidak mendapatkan juga, maka berijtihad sesuai dengan pendapatku”. Rasulullah SAW menyetujui pendapat Mu’adz bin Jabal ini dengan sabdanya : ” Segala puji bagi Allah yang telah memberi Taufiq kepada utusan-Nya sesuai dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya Ridlo’i”.      Kemudian Hadits ini yang menjadi dasar kuat, bahwa Assunnah atau Al Hadits dapat menjadi sumber hukum Islam otentik ke dua setelah Al Qur’an dengan segala fungsi dan kedudukannya.
3.Sunnah Hammiyah, yaitu keinginan Nabi Muhammad SAW untuk melakukan suatu hal, seperti keinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharrom.
    Ditinjau dari kuantitas periwayatannya, as sunnah menurut  hanafiyyin terbagi menjadi 3 macam, yaitu sunnah mutawattiroh, masyhuroh(mustafidhah), dan sunnah ahad. Sedangkan mayoritas ‘ulama’  ‘ushuliyyin membagi menjadi 2 macam, yaitu sunnah mutawattiroh dan sunnah ahad.
    Ditinjau dari segi kualitas hadisnya, as-sunnah terbagi menjadi 3 macam, ya’ni berupa shohih, hasan, dan dho’if. Ditinjau dari segi redaksinya, terbagi menjadi 2 jenis, yaitu hadis qudsy dan hadis nabawy[5]. Ditinjau dari sumbernya, terbagi menjadi 3 macam, ya’ni hadis marfu’(khabar), mauquf(atsar), dan maqthu’. Ditinjau dari segi diterima dan tidaknya, berupa hadis maqbul dan mardud.
     Dalam kajian pembahasan tentang klasifikasi dan pembagian macam macam as-sunnah ini, penulis tidak mengungkapkan secara mendetail dan spesifik, namun hanya secara garis besarnya saja, untuk lebih lanjutnya lihat ilmu mustholah al-hadis, yang memang ilmu tersebut mencakup ruang lingkup pembahasan tersebut.
C.KEHUJJAHAN AS SUNNAH

1.Dasar al-Qur’an
    Allah berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah  dan Rasul".(QS.An-Nisa:59)
    Mengembalikan kepada Allah, menurut Imam Saukani, adalah mengembalikan kepada Al-Quran, sedangan mengembalikan kepada Rasul adalah mengembalikan kepada Sunah Rasul.
Imam Syafii  berkata:" bahwa Allah mewajibkan kita untuk taat kepada Rasul, dan selama ketaatan kepada Rasul adalah wajib, maka perkataan beliau  menjadi mengikat bagi kita. Dan setiap orang yang bersebrangan dengan Rasul, maka orang tersebut dinilai sebagi orang yang durhaka, dan Allah telah mengancam orang yang  durhaka kepada Rasul-Nya. Maka  dari sini dapat disimpulkan, bahwa Sunah Rasul adalah hujah yang harus kita pegang".

2.Dasar as-sunnah
    Berdasarkan hadis mu’adz bin jabal as-sunnah atau Al Hadits dapat menjadi stmber hukum Islam otentik ke dua setelah Al Qur’an dengan segala fungsi dan kedudukannya.
    Nabi Muhammad saw. ketika khutbah wada' (haji perpisahan) bersabda:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا إن تمسكتم بهما كتا ب الله و سنتي[6]
''Aku tinggalkan untukmu dua perkara, seandainya kau berpegang teguh dengan keduanya maka kamu semua tidak akan tersesat selamanya , yaitu Kitabullah dan Sunah Nabi-Nya". (HR. Malik Bin Anas)

     Hadis Nabi saw:
    "ingatlah sesungguhnya aku telah diberi Al-Quran dan yang menyrupainya bersamanya, hati-hatilah, hampir saja lelaki yang kekenyangan di atas permadaninya berakata: Atas kamu Al-Quran ini(saja), maka apa yang kau dapati di dalamnya halal maka halalkanlah, dan apa yang kau dapati haram maka haramkanlah. Ingatlah, sesungguhnya apa yang diharamkan Rasul sama denga apa yang diharamkan oleh Allah".(HR.At-Tirmidzi dan Abu Dawud)
     Imam Khutobiy berkomentar tentang hadis ini, bahwa yang dimaksud sesuatu yang menyerupai Al-Quran adalah As-Sunah, dan Rasulullah mengingatkan kita untuk berhati-hati agar tidak menentang hukum yang ada di dalam Sunah akan tetapi tidak ada di dalam Al-Quran, karena keduanya  sama-sama wahyu dari Allah. Lelaki kekenyangan di atas permadani adalah simbol orang bodoh akibat terbisa kekenyangan atau disibukan dengan hidup berlebihan dan tidak mau keluar menuntut ilmu karena selalu sibuk diatas permadaninya, sehingga berkata: hukum hanya ada di Al-Kitab, dan meninggalkan As-Sunah. Imam Khutobiy mengambil contoh sekte Khowarij dan Rofidoh sebagai ahli bid'ah yang beramal hanya dengan Al-Quran dan meninggalkan As-Sunah.
    Mengingat sangat pentingnya As-Sunah, Rasulullah memerintahkan agar berpegang teguh dengan As-Sunah, dengan perumpamaan menggigitnya dengan gigi geraham dan orang yang menolaknya adalah menolak masuk surga:
    "Ambilah Sunahku dan Sunah Khulafaurrosidiin yang selalu mendapat hidayah setelahku, berpeganglah dengannya dan gigitalah  dengan gigi geraham".(HR.Abu Dawud)
3.dasar keimanan
    Dasar keimanan ini sebagai konsekuensi pengakuan umat islam terhadap Nabi Muhammad saw sebagai Nabi dan Rosulullah dalam setiap mereka menjalankan aqidah, syari’ah, dan akhlak, yang mengharuskan mengikuti segala petunjuknya baik itu redaksinya langsung dari Allah ataupun yang disusun sendiri olehnya[7]. Hal ini sudah dijelaskan dalam firmanNya;
وما ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى[8]
    Dalam ayat tersebut bisa di ambil kesimpulan bahwa as-sunnah/hadis juga termasuk dalam bagian dari wahyu, mengingat adanya kaidah ushul “al ‘ibroh bi ‘umumi al-lafdzi la bi khususi as-sabab”(ungkapan itu menurut umumnya lafal bukan pada umumnya sabab)[9].
4.Dasar ijma’ shahaby
    Para shahabat sepakat bahwa umat islam wajib mengikuti as-sunnah, baik pada sat Nabi masih hidup ataupun sudah wafat. Para shahabat mematuhi segala perintahnya dan menjauhi segala laranganya baik itu hokum yang di tetapkan oleh wahyu ataupun yang ia tetapkan sendiri.[10]  
5.Dasar hokum nash al-Qur’an yang mujmal yang perlu penjelas s-sunnah
    Hokum nash al-Qur’an yang mujmal yang perlu penjelas s-sunnah seperti ibadah wajib shalat, haji, dan lain sebagainya.
   Jika as-sunnah yang menjelaskan hokum tersebut tidak di jadikan sebagi hujjah maka sudah barang tentu tidak akan dapat menjalankan sebagai mana mestinya apa hokum yang di perintahkan oleh al-Qur’an[11].
D.KEDUDUKAN DAN FUNGSI AS SUNNAH TERHADAP AL-QUR’AN
    Hubungan As-Sunah kepada Al-Quran dari segi kedudukannya sebagai hujah dan sumber untuk menggali hukum, adalah sumber kedua setelah Al-Quran. Hal ini dikarnakan Al-Quran pasti sohih dari segi riwayat (maqtu' bih) sedangkan As-Sunah sebagian pasti sohih dan sebagian tidak (madznunah),  As-Sunah adalah penjelasan (al-bayan) dari Al-Quran, maka yang diberi penjelasan (Al-Quran) harus didahulukan.
    Allah berfirman:
    “Dan kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu  menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”(QS.An-Nahl:44)
    Di dalam ayat ini, Nabi Muhammad dengan Sunahnya adalah sebagi pemberi penjelasan isi Al-Quran, hal ini menunjukan kewajiban untuk mengamalkan Sunah Nabi. Jika tidak, maka kita tidak munkin mengamalkan perintah-perintah yang ada di dalam Al-Quran tersebut.
    Dengan berlandaskan bahwa al-Qur’an berstatus qoth’iy(ijmaly dan tafsily) dan as-sunnah berstatus qoth’iy secara ijmaly dan dzonny secara tafsily serta kedudukan al-Qur’an sebagai mubayyan dan as-sunnah sebagai bayan  maka al-Qur’an harus di dahulukan dari pada as-sunnah dan kedudukannya tidak sama sekalipun imam syafi’iy berargument bahwa yang shohih berkedudukan sama.[12]
     Memperhatikan betapa pentingnya As-Sunah, Imam Auza'i berkata:" Al-Quran itu lebih membutuhkan  As-Sunah dibanding As-Sunah terhadap Al-Kitab". 
    Sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki sangat signifikan terkait dengan       al qur’an, baik secara struktural(sebagai sumber hokum kedua) maupun fungsional ya’ni sebagai berikut;
1.Penguat(ta’kidy) dan penetap(taqriry) al-Qur’an
    As-Sunah sebagai penguat dan  penetap hukum yang telah ada di dalam Al-Quran,  maka dengan ini hukum tersebut memiliki dua sumber  dan dua dalil; dalil Al-Quran dan dalil penguat, As-Sunah. Hukum-hukum tersebut Seperti perintah untuk melaksanakan sholat, menunaikan zakat,  puasa Romadhon, haji ke Baitullah, berbuat baik terhadap perempuan, larangan menyekutukan Allah (syirik), bersaksi palsu, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh tanpa alasan yang benar, dan  perintah ataupun larangan yang lain di dalam Al-Quran dan dikuatkan oleh As-Sunah. Yang kedunya digunakan sebagai dalil.

2.Penjelas(bayan tafsiry) al-Qur’an
    Terkait dengan hal ini terbagi menjadi 4 bagian, ya’ni as-Sunah sebagai perinci (mufasilah) dari dalil yang masih global (mujmal) dari Al-Quran, sebagi pentafsir (mufasiroh) dari dalil yang masih samar (mubham), sebagi pemberi batas (muqoyidah) dari dalil yang masih mutlaq, memberi penghususan (mukhosisoh) dari dalil yang masih umum('am) dari Al-Quran. Dalam buku ilmu ushul fiqih karangan Drs. Muhammad ma’shum zein, beliau menambahi dengan taudhih al musykil (menjelaskan ayat al-Qur’an yang masih rumit).

3.Penjelas  ayat-ayat nasikh mansukh.
    Bayan Nasakh adalah dalil yang membatalkan pengamalan dengan sesesuatu hukum syara’ sebab adanya dalil setelahnya.
    As sunnah  sebagai penjelasan terhadap ayat –ayat al-Qur’an yang merevisi dan direvisi seperti pada firman Allah, “diwajibkan atas kalian, apabila seorang diantara kalian kedatangan(tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf. (Ini adalah) kewajiban atas orang- orang yang bertaqwa”(QS. Al –Baqoroh: 180).ayat ini direvisi dengan ayat-ayat mawarits, hanya saja revisi tersebut diketahui dari penjelasan as-sunnah.

 4.Menetapkan hokum baru yang belum pernah  disebutkan dalam al-Qur’an(bayan tasyri’dan ziyadah)
    As-Sunah sebagi dalil independen (mustaqil) di dalam menetapkan hokum yang hakikatnya tidak ada dalam al-Qur’an, melalui 3 jalan yaitu,  ilhaq, qiyas, dan isthinbath(ijtihad).[13]
    Didalam As-Sunah terdapat dalil berbentuk perintah dan larangan, tanpa ada di dalam Al-Quran, sehingga hukum ditetapkan berdasarkan As-Sunah, bukan Al-Quran. Di dalam bentuk perintah, seperti kewajiban zakat fitrah, menolong orang yang dianiaya adapun di dalam bentuk larangan, seperti hukum dilarangnya bagi suami untuk  berpoligami dengan mengumpulkan perempuan bersama bibik perempuan tersebut (bibi dari pihak ayah atau ibu), hukum  haramnya bersetubuh di siang hari bulan Romadhon, hukum haramnya memakan daging binatang buas yang bertaring, hadits yang menerangkan  tentang hukuman rajam bagi zina mukhshan, keharaman memakai sutra dan emas bagi laki- laki, dan lain sebagainya[14]dll.

    Imam Syafii menyatakan, "Apabila As-Sunah adalah tambahan Al-Quran, maka As-Sunah mengikuti dan kembali kepada AlQuran dan masuk di bawah dasar-dasar umum syariat Al-Quran. Ijtihad hukum Rosulullah  berpangkal pada Al-Quran dan ruh syariat. Dengan ini, maka tidak mungkin akan terjadi pertentangan dan perselisihan antara Al-Quran dan As-Sunah."

    Imam Syaukani dan Imam Syafii menyatakan, "Pengingkaran terhadap Sunah berkonsekwensi sangat bahaya di dalam agama, dan membuat kita tidak faham sholat, zakat, haji dan kewajiban-kewajiban lain yang masih global dalam Al-Quran yang dijelaskan oleh Sunah. Kecuali dengan perkiraan bahasa saja. Dengan sebab ini, gugurlah sholat, zakat, hal yang telah diketahui turun-temurun oleh semua orang wajibnya. Hingga mengetahui hal tersebut adalah pengetahuan pokok dalam agama. Orang yang mengingkari Sunah tidak ada arti  apa-apa di dalam Islam".

   Walaupun as-sunnah dapat menjadi hujah secara independen (mustaqil), sebagaimana juga Al-Quran, namun kedua kitab tersebut saling melengkapi dan  meligitimasi bahwa keduanya adalah  hujah dan sumber hukum di dalam sari'at Islam[15].

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar