AYAT-AYAT TENTANG MASYARAKAT
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Mustafa Rahman, M.Ag

Disusun Oleh :
Abi Kustama (133311021)
Eko Juni Setiawan (133311023)
M. Faiz Ali M. (133311028)
Irrodhatus Salamah
(133311035)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN
2014
I.
PENDAHULUAN
Manusia
sebagai makhluk sosial atau ‘zoon politicon’, sudah semestinya
menjalankan tugas dan kewajibannya untuk bersosialisasi dengan sesamanya.
Sehingga manusia bukan hanya melaksanakan hubungan vertikal kepada Allah
(hablun minallah), tetapi juga perlu melaksanakan hubungan horizontal kepada
sesama manusia (hablun minannas). Sebab, segala aktivitas manusia membutuhkan
peran antar sesama manusia yang biasa disebut dengan interaksi sosial.
Dalam
berkehidupan dan bermasyarakat, manusia bukan sebagai makhluk individu belaka. Seperti
halnya makan, minum, bertempat tinggal, mereka dalam memenuhi kebutuhan
pribadinya tersebut pasti membutuhkan orang lain demi memenuhi kebutuhan
mereka. Sehingga masyarakat dapat dikatakan sekumpulan manusia yang hidup dan
berinterkasi satu dan yang lainnya, serta akan membentuk sistem tatanan
kehidupan yang semestinya.
Berkaitan
dengan permasalahan manusia dalam bermasyarakat. Maka tafsir ayat-ayat
Al-Qur’an yang menerangkan tentang kemasyarakatan perlu dikaji. Karena dari
penafsiran ayat-ayat tersebut dapat memberikan gambaran, penjelasan dan
alternatif yang tepat dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengingat pentingnya memahami peran manusia dalam bermasyarakat. Tentu harus mengetahui
beberapa hal tentang pembahasan tersebut. Sehingga dalam pembahasan berikut
dijelaskan tentang manusia sebagai makhluk sosial dan mengenai sunatullah dalam
kemasyarakatan. Selain itu, penjelasan tentang tugas manusia, maka akan menumbuhkan sikap
dan peran positif bagi manusia dalam kehidupan sosial.
Oleh karena itu, penulis telah memaparkan masalah
tersebut dalam makalah ini. Dengan menjelaskan tafsir terhadap ayat-ayat yang
mengandung kajian dalam bermasyarakat. Sehingga diharapkan dapat menambah
wawasan khazanah keislaman dan dapat mengambil hikmah pada pembahasan tersebut.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana penjelasan tentang manusia sebagai makhluk sosial?
2.
Bagaimana hukum-hukum kemasyarakatan (sunnatullah)?
3.
Apa saja tugas manusia sebagai makhluk sosial?
4.
Bagaimana sikap dan peran positif manusia dalam kehidupan sosial?
III.
PEMBAHASAN
A. Manusia
Sebagai Makhluk Sosial
Dalam Q.S. Al-Anbiya’ ayat 92, telah
menjelaskan:
¨bÎ) ÿ¾ÍnÉ»yd öNä3çF¨Bé& Zp¨Bé& ZoyÏmºur O$tRr&ur öNà6/u Âcrßç7ôã$$sù ÇÒËÈ
Artinya:
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan
aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku”. (Q.S. Al-Anbiya’ ayat 92).
Penjelasan ayat ialah sesungguhnya ini merupakan ajaran
agama yang demikian dekat ke jati diri setiap insan dan yang disampaikan oleh
para nabi yang disebut nama-namanya sebelum ini, adalah umat, yakni
agama, kamu semua; umat, yakni agama yang satu sumbernya dan satu
dalam prinsip-pinsip ajarannya. Karna itu, jagalah keutuhan agama ini dan
peliharalah persatuan kalian, jangan saling bertentangan dan saling berpecah
belah dan ketahuilah bahwa Aku Allah yang maha Esa adalah
Tuhan pencipta,pemelihara, dan pembimbing kamu, wahai umat manusia, maka
sembahlah aku secara tulus dan jangan sekutukan aku dengan apa dan siapa
pun.
Kata ((امّة
Ummah diambil dari kata (امّ- يومّ) amma-Yaummu yang
berarti menuju, munumpu, dan meneladani. Pakar bahasa Al-quran ae-Raghib
al-Ashfahari, dalam bukunya, al-Mufradat fi Gharib Al-quran, ketika
menjelaskan ayat ini mendefinisikannya sebagai semua kelompok yang di himpun
oleh sesuatu seperti agama yang sama atau waktu atau tempat yang sama, baik
penghimpunannya secara terpaksa maupun atas kehendak mereka. Para pakar berbeda
pendapat entang satu kelompok agar wajar dinamai. Ada ulama yang
mengatakan jumlah minimal adalah 100 orang. Mereka merujuk pada satu riwayat
yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad
SAW. yang menyatakan bahwa : “tidak seorang mayatpun yang shalat untuknya ummat
dari kaum muslimin sebanyak 100 orang agar diampuni kecuali oleh-Nya.”[1]
B. Hukum
Kemasyarakatan
1.
Q.S. Al-Hajj ayat 67
Èe@ä3Ïj9 7p¨Bé& $uZù=yèy_ %¸3|¡YtB öNèd çnqà6Å$tR ( xsù y7¨YããÌ»oYã Îû ÍöDF{$# 4 äí÷$#ur 4n<Î) y7În/u ( y7¨RÎ) 4n?yès9 Wèd 5OÉ)tGó¡B ÇÏÐÈ
Artinya: “Bagi tiap-tiap umat telah
Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali
mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama)
Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus”. (Q.S. Al-Hajj ayat 67)
Penjelasan:
Thabathaba’i memahami
kata (%¸3|¡YtB)
atau
manasakan dalam arti syariat dan memahami pembantahan itu setelah
orang-orang kafir dari Ahl al-kitab atau kamu musyrikin Makkah melihat ibadah
umat islam berbeda dengan apa yang selama ini dari syariat-syariat yang lalu.
Dari sini mereka mempertanyakan dan menyatakan bahwa seandainya syariatmu
benar, tentulah sama dengan syariat-syariat sebelumnya. Maka turunlah ayat ini
menjelaskan adanya perbedaan antar perincian syariat, akibat perkembangan
masyarakat dan kemaslahatan umat manusia. Ayat diatas merupakan salah satu
prinsip dasar yakni tidak menghina atau mempersalahkan agama dan kepercayaan
pihak lain, tetapi mengembalikan kepada tuhan yang maha kuasa utusan akhir,
tanpa ragu sedikitpun menyangkut keyakinan yang dianut.
Firmannya (فلاينازعنّك)
atau
fala yunazi’unnaka adalah janganlah sekali-kali mereka membantahmu pada
lahirnya redaksi ini kepada Rasulullah SAW, tetapi maksudnya adalah kaum
musyirikin yang membantah itu.
Ada juga yang
berpendapat bahwa larangan tersebut tertuju kepada kedua belah pihak
antara Rasul SAW dan kaum musyrikin. Ini
dipahami dari peraton kata (ينازعنّك) hanya saja, larangan itu disini dinisbahkan kepada kaum
musyrikin (janganlah sekali-kali mereka membantahmu) untuk menekankan
larangan kepada nabi SAW melakukan pembantahan itu.
Dia di tengah antara
kamu, wahai kaum musyrikin dan kaum muslimin, tidak memihak kepada salah satu
pihak didorong oleh suka atau tidak suka, tetapi semata-semata berpihak kepada
kebenaran dan keadilan.
Firman-Nya(الم تعلم) atau alam ta’lam berarti ‘apakah
engkau tidak mengetahui’ dapat juga dipahami sebagai pertanyaan yang
mengandung pembenaran dalam arti sebenarnya engkau telah mengetahui.[2]
2.
Q.S. Hud ayat 118-119
öqs9ur uä!$x© y7/u @yèpgm: }¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur ( wur tbqä9#tt úüÏÿÎ=tGøèC ÇÊÊÑÈ wÎ) `tB zMÏm§ y7/u 4 y7Ï9ºs%Î!ur óOßgs)n=yz 3 ôM£Js?ur èpyJÎ=x. y7În/u ¨bV|øBV{ zO¨Yygy_ z`ÏB Ïp¨YÉfø9$# Ĩ$¨Z9$#ur tûüÏèuHødr& ÇÊÊÒÈ
Artinya:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu
Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih
pendapat”. (Q.S. Hud ayat
118)
“Kecuali orang-orang yang diberi
rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu
(keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam
dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”. (Q.S. Hud ayat 119)
Penafsiran ayat:
öqs9ur uä!$x© y7/u @yèpgm: }¨$¨Z9$# Zp¨Bé& ZoyÏnºur
Penjelasan
ayat seandainya Tuhanmu menghendaki, hai Rasul yang mulia, yang sangat
berkeinginan agar kaummu beriman dan sedih karena kebanyakan mereka berpaling
dari memenuhi seruan dan mengikuti agama sesuai dengan naluri dan fitrah yang
ada, bukan berdasarkan pilihan mereka, tentang pembuatan apa yang mereka
lakukan. Sehingga, dalam kehidupan kemasyarakatan mereka mirip dengan semut dan
lebah, sedang dalam kehidupan-kehidupan rohani, mereka lebih mirip dengan para
malaikat yang diciptakan dengan membawakan ketaatan kepada Allah dan menyakini
kebenaran dan tidak cenderung kepada kesesatan dan kezaliman. Akan tetapi,
Allah Ta’ala telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berusaha, bukan
sekedar dituntun dengan ilham. Mereka beramal dengan pikiran mereka tanpa
dipaksa. Mereka Allah jadikan berbeda-beda dalam bakat dan memperoleh ilmu.
Namun demikian, pada periode pertama
kehidupan mereka, memang tidak berbeda samanya. Namun, setelah
kebutuhan-kebutuhan mereka meningkat dan bermacam-macam, semakin banyak pula
tuntutan-tuntutan masing-masing, maka timbulah kesiapan untuk berselisih,
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S. Yunus ayat 19, yakni:
$tBur tb%x. â¨$¨Y9$# HwÎ) Zp¨Bé& ZoyÏmºur (#qàÿn=tF÷z$$sù 4 )يونس
: 19)
Artinya:
“Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih”
wur tbqä9#tt úüÏÿÎ=tGøèC ÇÊÊÑÈ wÎ) `tB zMÏm§ y7/u
Penjelasan ayat: Dan mereka tetap berselisih dalam urusan
duniawi atau agama mereka, sesuai denagn bakat fitrah masing-masing, kecuali
orang yang mendapat rahmat Allah diantara mereka. Mereka memang sepakat untuk
berpegang teguh dengan hukum Kitab-Nya yang ada pada mereka. Dan kitab Allah
itulah yang dijadikan poros kesatuan dan persatuan umat.
y7Ï9ºs%Î!ur óOßgs)n=yz 3
Penjelasan ayat : karna itulah, Allah menciptakan mereka
menurut kehendakNya, agar pada mereka terjadi perselisihan dan perbedaan dalam
soal ilmu pengetahuan dan pendapat masing-masing, dengan segala akibat berupa
kemauan dan kemauan untuk beramal. Dengan demikian mereka patut menjadi
khalifah-khalifah di bumi. Diantaranya adalah perbedaan mereka terhadap agama,
keimanan, ketaatan, dan kemaksiatan yang dengan demikian mereka menjadi gejala
dari rahasia-rahasia penciptaan Allah, baik bersifat jasmani maupun rohani,
atau bersifat materil atau spiritual.
Menurut Ibnu Abbas, Allah telah menciptakan manusia
menjadi dua golongan. Segolongan dirahmati Allah sehingga tidak berselisih dan
segolongan lain tidak dirahmati, sehingga berselisih.
Kesimpulannya adalah manusia itu ada dua golongan.
Segolongan bersepakat dalam agama, yang karenanya mereka menganggap kitab Allah
sebagai penengah diantara mereka tentang hal-hal yang mereka persiapkan.
Sehingga, terjadilah persatuan diantara mereka dan mereka menjadi satu umat
yang karenanya allah merahmati dan memelihara mereka dari keburukan
perselisihan didunia dan disiksa di akhirat. Sedang segolongan lain, berselisih
dalam beragama, sebagaimana mereka berselisih dalam memperebutkan keuntungan
duniawi. Sehingga terjadilah kekerasan yang hebat diantara mereka, lalu mereka
merasakan azab perselisihan didunia, yang dilanjutkan balasan mereka kelak
diakhirat. Oleh karena itu, mereka tidak mendapat rahmat Allah karena kezaliman
mereka terhadap diri sendiri, bukan berarti Allah berbuat zalim pada mereka.
ôM£Js?ur èpyJÎ=x. y7În/u ¨bV|øBV{ zO¨Yygy_ z`ÏB Ïp¨YÉfø9$# Ĩ$¨Z9$#ur tûüÏèuHødr&
Artinya: “Kalimat
Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka
Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”
Penjelasan: sesungguhnya telah tetap dalam keputusan
Allah kadar dan kebijaksanaan-Nya yang berlaku, bahwa diantara makhluk-Nya ada
yang berhak memperoleh surga dan neraka pasti dipenuhi dengan masuk neraka.
Bahwa surga dengan neraka pasti dipenuhi jin dan manusia, yang tidak mau
mengikuti ajaran yang dibawa oleh para utusan Allah atau ajaran yang telah
diturunkan kepada mereka dalam Kitab-kitab-Nya, untuk memberi petunjuk kepada
orang-orang mukallaf dan memberi keputusan diantara orang-orang yang
berselisih.[3]
C. Tugas
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Dalam
ayat Q.S. Al-Maidah ayat 48, menjelaskan:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 ú÷üt/ Ïm÷yt z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( wur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷Ű %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tFørB ÇÍÑÈ
Artinya: “Dan Kami telah turunkan
kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,
Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap
Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu Dia
memberitahukan kepada kamu apa yang kamu telah berselisihkan dalam
menghadapinya”. (Q.S.
Al-Maidah ayat 48)
Menurut
Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa Setelah berbicara
tentang kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as. dan kitab Injil yang
diturunkan kepada Nabi Isa as., kini ayat ini berbicara tentang Alqur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dan Kami telah turunkan
kepadamu wahai Nabi Muhammad al-kittab yakni Alqur’an
dengan haq, yakni haq dalam kandungannya, cara turunya maupun Yang
menurunkan, yang mengantarnya turun dan yang diturunkan kepadanya. Kitab itu
berfungsi membenarkan apa yang diturunkan sebelumnya yakni
kandungan dari kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi sebelumnya, dan
juga menjadi batu ujian yakni tolok ukur kebenaran terhadapnya,
yakni kitab-kitab yang diturunkan sebelum itu. Maka putuskanlah perkara diantara mereka menurut apa yang Allah turunkan
baik melalui wahyu yang terhimpun dalam Al-qur’an, dan juga wahyu lain yang engkau terima, seperti hadis qudsi,
maupun yang diturunkan-Nya kepada para nabi yang lain selama belum ada
pembatalannya, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu merek. Yakni,
orang-orang Yahudi dan semua pihak yang bermaksud mengalihkan engkau dari
menetapkan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah, yaitu dengan
meningggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
Bagi
masing-masing
umat, yakni kelmpok yang memiliki persamaan dalam waktu, ras atau persamaan
lainnya diantara kamu, hai umat-umat manusia. Kami berikan aturan yang
merupakan sumber menuju kebahagiaan abadi dan jalan yang terang menuju
sumber itu. Wahai Muhammad, Kami telah menjadikan menjadikan syariat yang Kami
anugrahkan kepadamu membatalkan semua syariat yang lalu. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu, hai umat Musa dan Isa , umat
Muhammad dan umat lain sebelum itu, satu umat saja, yaitu dengan jalan
menyatukan secara naluriah pendapat kamu serta tidak menganugerahkan kamu
kemampuan memilih, tetapi Dia, Allah tidak menghendaki itu. Karena, Dia hendak
menguji kamu yakni memperlakukan kamu perlakuan orang yang hendak menguji terhadap
yang telah diberikan-Nya. Kepadamu, baik menyangkut syariat, maupun
potensi-potensi lain, sejalan dengan perbedaan masing-masing. Maka karena itu,
Kami menetapkan satu syariat, yakni syariat yang dibawa oleh Muhammad saw.
Melalui tuntunan itu, kamu semua berlomba-lombalah dengan
sungguh-sungguh berbuat aneka kebajikan, dan jangan menghabiskan waktu
atau tenaga untuk memperdebatkan perbedaan dan perselisihan antara kamu dengan
selain kamu. Hingga akhirnya, hanya kepada Allah-lah tidak kepada siapa
pun selain-Nya, kembali kamu semuanya wahai manusia, lalu Dia
memberitahukan kepadamu pemberitahuan yang jelas serta pasti apa yang
kamu telah terus menerus berselisih dalam menghadapinya, apapun
perselisihan itu, termasuk perselisihan menyangkut kebenaran keyakinan dan
praktek-praktek agama masing-masing.[4]
D. Sikap dan
Peran Positif Manusia
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 104 dan 110,
telah menjelaskan:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya: “Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali Imran ayat 104)
Penafsiran kata:
× p¨Bé& --- Al-Ummah, yaitu (golongan
yang berdiri dan banyak antara mereka terdapat ikatan yang menghimpun, dan
persatuan yang membuat mereka seperti organ dalam satu tubuh).
Îösø:$# --- Al-Khairu,
yaitu sesuatu yang didalamnya terkandung kebaikan bagi umat manusia dalam
masalah agama dan duniawi.
$rã÷èpRùQ$$Î --- Al-Ma’ruf,
yaitu apa yang dianggap baik oleh syariat dan akal. Dan kata munkar ialah lawan
katanya.
Hendaklah
ada diantara kalian suatu golongan yang membeda, bekerja untuk dakwah, amar
ma’ruf nahi munkar. Maka wajib bagi orang yang melakukan dakwa memenuhi
syarat-syarat agar ia dapat melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya,
dan bisa menjadi panutan dalam ilmu dan amalnya. Sehingga ada beberapa syarat
amar ma’ruf nahi munkar, yakni:
1.
Hendaknya
pandai dalam bidang Al-qur’an, sunnah dan sirah Nabi Muhammad saw. dan
khulafaurrasyidin ra.
2.
Hendaknya
pandai membaca situasi orang-orang yang sedang menerima dakwahnya, baik dalam
urusan, bakat, watak dan akhlak mereka. Hematnya, mengetahui kehidupan sosial
mereka.
3.
Hendaknya
ia mengetahui bahasa umat yang dituju oleh dakwahnya. Rasulullah saw. sendiri
memerintahkankepada para sahabat mempelajari bahasa Ibrani, karena beliau perlu
berdialog dengan orang-orang Yahudi menjadi tetangga beliau, dan untuk
mengetahui hakikat mereka.
4.
Mengetahui
agama, aliran, sekte-sekte masyarakat agar juru dakwah bisa mengetahui
kebatilan-kebatilan yang terkandung padanya. Sebab bila seseorang tidak jelas
kebatilan yang dipeluknya, maka sulit baginya memenuhi ajakan kebenaran yang
didengungkan oleh orang lain, sekalipun orang tersebut mengajaknya.[5]
Dalam
Quraish Shihab dalam Al-Lubab menjelaskan bahwa, guna membendung usaha-usaha
menyesatkan kaum Muslim, serta memelihara dan meningkatkan ketakwaan mereka,
ayat 104 memerintahkan agar selalu ada sekelompok, bahkan setiap muslim selalu
mengingatkan , menganjurkan pengamalan nilai-nilai agama, dan memerintahkan
yang ma’ruf, yaitu budaya yang berkembang dalam masyarakat selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai agama sambil mencegah terjadinya pelanggaran
nilai-nilai ketuhanan dan atau nilai-nilai budaya yang luhur.[6]
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S. Ali Imran ayat 110)
Begitu pula, dalam ayat 110 menjelaskan bahwa
umat Islam adalah sebaik-baiknya umat karena mereka menegakkan amar ma’ruf dan
nahi munkar serta beriman kepada Allah swt. Yang Maha Esa. Ahl al-Kitab pun
dapat memperoleh kebajikan yang sama jika mereka beriman kepada Nabi Muhammad
saw. Tetapi, hanya sedikit diantara mereka yang beriman.[7]
Pemahaman terhadap
konsep masyarakat yang ideal amat diperlukan dalam rangka mengembangkan konsep
pendidikan. Berkenaan dengan ini paling tidak terdapat empat hal yang
menggambarkan hubungan konsep masyarakat dengan pendidikan, antara lain:
a. Bahwa gambaran
masyarakat yang ideal harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam merancang
visi, misi dan tujuan pendidikan
b. Gambaran masyarakat yang
ideal juga harus dijadikan landasan bagi pengembangan pendidikan yang berbasis
masyarakat
c. Perkembangan dan
kemajuan yang terjadi di masyarakat juga harus dipertimbangkan dalam merumuskan
tujuan pendidikan
d.
Perkembangan dan kemajuan yang terjadi di masyarakat harus
dijadikan landasan bagi perumusan kurikulum.[8]
IV.
KESIMPULAN
Pada ayat Q.S. Al-Anbiya
ayat 92 menyatakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial, dimaknai terhadap semua
kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, misalnya agama yang sama atau waktu atau
tempat yang sama, baik penghimpunannya secara terpaksa maupun atas kehendak
mereka. Sehingga sudah dipastikan bahwa antar sesama umat manusia terjadi saling
berinteraksi satu sama lain. Maka manusia harus dapat menempatkan dirinya
sebagai makhluk sosial.
Dalam Q.S. Al-Hajj
ayat 67 menjelaskan pula bahwa memaknai syariat, baik
syari’at sebelum Islam maupun syari’at Islam. Sebab, hal itu merupakan sunnatullah,
yaitu hukum-hukum kemasyarakatan dari rahmat perbedaan oleh Allah swt. karena
itu terjadi akibat perkembangan masyarakat dan kemaslahatan umat manusia.
Begitu pula, didalam Q.S.
Hud ayat 118-119 meyatakan bahwa beriman dan sedih karena kebanyakan diataran mereka
berpaling dari memenuhi seruan yang bukan berdasarkan fitrahnya. Sehingga dalam
kehidupan kemasyarakatan mereka saling membantu, sedang dalam
kehidupan-kehidupan rohani, mereka harus patuh dan taat kepada Allah dan
menyakini kebenaran, serta tidak cenderung kepada kesesatan dan kezaliman.
Selain itu, Q.S.
Al-Maidah ayat 48 menyatakan bahwa perlakuan orang yang hendak menguji terhadap yang telah diberikan oleh Allah
swt. Baik menyangkut syariat, maupun potensi-potensi lain,
sejalan dengan perbedaan masing-masing. Melalui tuntunan itu, kamu semua berlomba-lombalah
dengan sungguh-sungguh berbuat aneka kebajikan, dan jangan menghabiskan waktu
atau tenaga untuk memperdebatkan perbedaan dan perselisihan antara kamu dengan
selain kamu.
Sehingga
pada Q.S. Ali Imran ayat 104 dan 110 menjelaskan bahwa manusia harus bersikap dan berprilaku positif
seperti bekerja untuk dakwah, amar ma’ruf nahi munkar. Maka wajib bagi orang
yang melakukan dakwa memenuhi syarat-syarat agar ia dapat melaksanakan kewajibannya
dengan sebaik-baiknya, dan bisa menjadi panutan dalam ilmu dan amalnya.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah yang kami susun. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis membutuhkan sumbangsih kritik
maupun saran yang konstruktif demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini bermanfaat dan menambah keilmuan dan pengetahuan kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad Mushtafa, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 12. Semarang: PT. Karya Toha
Putra. 1993
Al-Maraghi,
Ahmad Mushtafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 4. Semarang: PT. Karya Toha
Putra. 1993
Nata, Abudin. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers. 2009
Shihab, M.
Quraish. Al-Lubab: Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an. Tangerang:
Lentera Hati. 2012
Shihab, M.
Quraish. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 8.
Jakarta: Lentera Hati. 2009
Shihab, M.
Quraish. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 3.
Jakarta: Lentera Hati. 2008
[1] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 8, cet.II, (Jakarta:
Lentera Hati, 2009), hlm. 116-117.
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 3, cet. XII,
(Jakarta: Lentera Hati, 2008), hlm. 89-92.
[3] Ahmad Mushtafa
Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 12, cet. II, (Semarang:
PT. Karya Toha Putra, 1993), hlm. 192-195.
[4] M. Quraish Shihab, “Tafsir
Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 3.....”, hlm.
110-112
[5] Ahmad Mushtafa
Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi 4, cet. II, (Semarang: PT. Karya
Toha Putra, 1993), hlm. 36-37.
[6] M. Quraish Shihab, Al-Lubab;
Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an, cet. I, (Tangerang:
Lentera Hati, 2012), hlm. 126.
[7] M. Quraish Shihab, “Al-Lubab;
Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an...” , hlm.
127.
[8] Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan,
cet. III, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2009 ), hlm. 245-246.
Best Casino Apps - JTM Hub
BalasHapusCheck out the 공주 출장샵 top casinos on our 오산 출장안마 list. 경기도 출장안마 Find the 수원 출장샵 best games, apps, and the fastest payouts. All games 속초 출장안마 are tested to ensure you have